(harsem/dok) |
Liverpool punya pelatih (manajer) baru. Namanya Brendan Rogers. Pria Irlandia Utara ini dipercaya meracik The Reds dengan kontrak berdurasi tiga tahun, setelah menyingkirkan pesaingnya macam Roberto Martinez (Wigan Athletic), Juergen Klopp, Rafael Benitez, dan Fabio Capello.
Awalnya Rodgers bukan pilihan pertama. Namun seiring negosiasi, tiada kesepakatan antara Liverpool dengan Martinez dan Wigan. Rodgers sebenarnya juga pelatih yang tak senang dengan intervensi manajemen klub. Tetapi kemampuannya bekerja dengan sumber daya terbatas menjadi jaminan kepercayaan Liverpool.
Menanti kiprah Rodgers di Liverpool akan sangat memikat, semisal bagaimana dia menangani tekanan suporter Liverpool yang "lapar" gelar, ego pemain bintang, dan kompetisi Eropa. Itu semua hal baru bagi pelatih berusia 39 tahun tersebut.
Secara teknis, Rodgers pantas masuk jajaran elit pelatih masa depan. Meski baru semusim di EPL, ia sudah dipuji sesama pelatih. Dua di antaranya Harry Redknapp (Tottenham) dan Jose Mourinho (Real Madrid, eks bosnya di Chelsea).
Mengantarkan Swansea ke posisi 11 EPL saat diramal akan degradasi, mengalahkan Man. City (kandang), menahan imbang Chelsea (tandang), menundukkan Arsenal dan Liverpool (kandang; termasuk imbang tanpa gol di Anfield), adalah pencapaian apik untuk pelatih kelas pemula.
Fanatik Tiki-Taka
Rodgers adalah penggemar fanatik gaya tiki-taka Barcelona. Adaptasi itu pula yang ia terapkan di Swansea selama semusim terakhir dalam kemasan skema 4-3-3 (saat menguasai bola) dan sesekali 4-2-3-1 (saat kehilangan bola) dengan pakem pendek merapat. Dia melakukan itu dengan prima hanya bersama pemain-pemain berharga murah. Dia dinilai mampu memaksimalkan teknik individual para pemainnya untuk bermain kolektif.
Yang paling menarik adalah filosofi permainan menyerangnya. Dia senang mengendalikan permainan dan memberi tekanan ketat sepanjang 90 menit.
"Saya senang mengendalikan permainan. Tim harus bertanggung jawab terhadap nasibnya sendiri. Jika Anda menguasai 79% permainan maka peluang menang cukup besar. Logikanya, tak penting Anda tim besar atau kecil, jika Anda tidak menguasai bola maka Anda tak bisa mencetak gol," demikian kata Rodgers.
Kesuksesan operan para pemain Swansea kemungkinan besar dipengaruhi latihan ala Rodgers. Ia selalu melatih para pemainnya melakukan satu sentuhan dengan bola, 3 vs 6 pemain di mana tim tiga pemain harus mampu merebut bola dari tim enam pemain dan metode terakhir adalah 12 vs 6 di mana tim dengan enam pemain harus menjaga bola tidak direbut.
Di tangan Rodgers, hampir pasti permainan cepat Liverpool akan berubah drastis. Mungkin akan jarang pula permainan bola atas khas Inggris. Apakah Rodgers akan mampu mengakhiri dahaga juara EPL bagi Liverpool? (rif)
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.