Dualisme kompetisi yang terjadi di Indonesia membuat banyak pihak menilai kompetisi menjadi tak menarik lagi. Berbeda dengan musim lalu, semua tim dari berbagai daerah menjadi satu yang mebghasilkan pertandingan-pertandingan seru.
PT LPIS sebagai wadah PSIS Semarang dalam berkompetisi juga melupakan kelayakan stadion. Mesi telah memiliki tribun berkapasitas 25 ribu penonton, fasilitas penunjang dan kondisi lapangan sangat memperihatinkan.
“Katanya dulu ada zero tolerance dari AFC, saya berharap banyak semua bisa membaik. Stadion misalnya, lapangan Jatidiri sebenarnya sangat tidak layak untuk dipakai laga profesional. Kondisinya semakin parah, seandainya diverifikasi betul apakah lolos?” ujar pelatih PSIS Edy Paryono.
Soal stadion ini, sebelumnya PSIS yang merger dengan eks klub LPI, Semarang United akan diberi bantuan. Namun, dalam perjalanannya, bantuan dari konsorsium tidak semuanya cair. Bahkan, untuk mengecat tribun dilakukan oleh suporter. Kondisi lapangan juga sangat parah. Jika musim kemarau lapangan dan rumput mengeras, kalau musim hujan akan berubah menjadi sawah.
“Kita akui stadion ini sangat memprihatinkan. Kami hanya bisa berharap dari Pemprov Jateng untuk mengagendakan perbaikan. Tapi kendalanya, karena kompetisi sudah berjalan tentu tidak bisa memperbaiki lapangan,” kata Manajer Operasional PSIS Budi Santoso.
Selain stadion, banyak hal-hal sepele yang terlupakan oleh penyelenggara liga. Dalam hal ini, PT LPIS lebih banyak melakukan kesalahan karena masih baru. Pada laga PSIS versus PSIR Rembang misalnya, warna kostum yang digunakan wasit sama dengan kostum tim tuan rumah. (wig/rif)
PT LPIS sebagai wadah PSIS Semarang dalam berkompetisi juga melupakan kelayakan stadion. Mesi telah memiliki tribun berkapasitas 25 ribu penonton, fasilitas penunjang dan kondisi lapangan sangat memperihatinkan.
“Katanya dulu ada zero tolerance dari AFC, saya berharap banyak semua bisa membaik. Stadion misalnya, lapangan Jatidiri sebenarnya sangat tidak layak untuk dipakai laga profesional. Kondisinya semakin parah, seandainya diverifikasi betul apakah lolos?” ujar pelatih PSIS Edy Paryono.
Soal stadion ini, sebelumnya PSIS yang merger dengan eks klub LPI, Semarang United akan diberi bantuan. Namun, dalam perjalanannya, bantuan dari konsorsium tidak semuanya cair. Bahkan, untuk mengecat tribun dilakukan oleh suporter. Kondisi lapangan juga sangat parah. Jika musim kemarau lapangan dan rumput mengeras, kalau musim hujan akan berubah menjadi sawah.
“Kita akui stadion ini sangat memprihatinkan. Kami hanya bisa berharap dari Pemprov Jateng untuk mengagendakan perbaikan. Tapi kendalanya, karena kompetisi sudah berjalan tentu tidak bisa memperbaiki lapangan,” kata Manajer Operasional PSIS Budi Santoso.
Selain stadion, banyak hal-hal sepele yang terlupakan oleh penyelenggara liga. Dalam hal ini, PT LPIS lebih banyak melakukan kesalahan karena masih baru. Pada laga PSIS versus PSIR Rembang misalnya, warna kostum yang digunakan wasit sama dengan kostum tim tuan rumah. (wig/rif)
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.