Oleh Wiwig Prayugi
PSIS tak lelah memprotes keputusan PSSI yang tidak meloloskan Mahesa Jenar ke ISL.
Sikap ngeyel dan ngotot PSIS agar PSSI mengembalikan ‘sertifikat’ pro 1 yang telanjur diberikan tetapi ditarik lagi, agaknya memang berasalan mengingat persiapan yang sudah dilakukan sejauh ini. Namun, jika ngotot merebut kembali kursi ISL, siapkah mental PSIS?
“Mental itu bukan hanya pemain, tapi manajemen dan juga publiknya. PSIS memang sudah makan garam di ISL tapi dulu masih mendapatkan APBD,” kata pengamat sepakbola yang juga Pembina Klub TCS Daud Joko Ganafianto.
Ada betulnya pendapat Daud. Pada musim 2008/2009, begitu injeksi APBD distop, PSIS langsung terseok-seok dan terdegradasi ke divisi utama dengan dana yang kemudian dikucurkan paling besar Rp 10 miliar.
Ditelaah saja, nominal Rp 10 miliar musim lalu saja masih kurang padahal PSIS hanya tur di 13 Kota, paling jauh Raja Ampat. Bagaimana dengan ISL dengan kontestan seluruh Indonesia?
“Logis saja, bermain di ISL – jika PSSI menetapkan 24 peserta – itu tidak mudah. Jika PSIS harus ke divisi utama lagi ini akan menjadi bagian dari introspeksi semua pihak,” lanjutnya.
Namun, jika sudah mantap ingin memperjuangkan nasibnya ke ISL Daud menyarankan PSIS segera memprotes PSSI selagi ada kesempatan. Apalagi, menurutnya, PSSI lah yang menyebabkan kompetisi makin amburadul. PSIS sebagai salah satu klub yang tersakiti wajib mempertanyakan.
“Terutama untuk enam klub tambahan itu, tidak realistis alasanya. Itu tetap harus dikritik karena PSSI asal memutuskan format tanpa kajian mendalam. Tapi, tentu PSSI sudah memiliki dalih jika klub protes,” imbuhnya.
Merger
Masih ingat saat gembar-gembor “pro satu harga mati” melalui jalan merger dengan Semarang United? Publik Semarang seolah mendapatkan garansi bahwa PSIS bakal lolos ke pro satu jika merger, karena saat itu PSIS memang belum memiliki legalitas. Sayang, berpayung LPI pun tak bisa menyelamatkan kapal PSIS dari ombang-ambing ombak.
“Saya kira bukan salah merger, tapi sekarang problemnya di PSSI nya. Mana ada yang tahu akan begini ending-nya?” demikian Daud, salah satu sosok yang ikut diajak berembug saat pengurus PSIS mengumumkan merger dengan Semarang United, beberapa waktu lalu, di Balaikota Semarang.
Di tempat terpisah, Ketua Umum PSSI Kota Semarang Yoyok Mardijo mengharapkan PSSI kembali ke statuta dan menegakkan aturan, jangan atas dasar empati atau permintaan sponsor dalam menentukan klub. Kalau semula ada verifikasi AFC, itu pun harus dilanjutkan sampai proses inspeksi stadion.
“Ada baiknya klub-klub peserta diajak berembug dan dimintai masukan sebelum menentukan format, daripada berubah-ubah terus. Kan kasihan klub kalau begitu,” tandasnya.
ISL musim depan seperti menjadi harapan semu bagi Semarang. Namun, apa daya sejumlah persiapan telah dilakukan. Tinggal menanti ending dari plin-plannya PSSI, apakah menguntungkan Semarang atau tidak.
Tetapi, seperti PSIR, seyogyanya PSIS legowo saja. Sulit? Sikap ikhlas tak jarang memang mahal harganya … (rif)
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.