Home » , » THAILAND Bola dalam Darah

THAILAND Bola dalam Darah

Written By Sena on Rabu, 01 Agustus 2012 | 10.53

(harsem/dok)


Saat sepakbola Indonesia mundur teratur, ada satu liga di Asia yang kini mengejek kita, yakni Thai Premier League (TPL).

Bagaimana liga sepakbola Thailand bangkit dan mencuri atensi fans sepakbolanya sendiri? Apakah industri ini mampu membangun sebuah liga berkualitas seperti di negara-negara Eropa atau setidaknya Jepang dan Korea?

“Ball Nork Kae Sa Jai, Ball Thai Eu Nai Sai Loed” (sepakbola internasional  hanya untuk kesenangan, sepakbola Thailand ada dalam darah) adalah motto yang kini populer di negeri Gajah Putih. Dengan beralih dari klub menjadi entitas bisnis, modal dalam pemasaran klub seperti logo klub yang lebih modern, merchandising, dan style pemain disosialisasikan secara akurat ke kalangan suporter sehingga mereka keranjingan bola.

Walhasil, klub-klub yang tadinya gurem seperti Muang Thong United, Chonburi FC, dan Bangkok Glass FC, pun akhirnya menerima sambutan hangat dan berekspansi cepat dalam hal basis suporter. Bangkok Glass bahkan kini memiliki jumlah suporter yang melimpah ruah.

Perubahan tersebut menjadi awal eksplorasi potensi industri yang memberikan harapan tinggi penggemar agar liga lokal menarik seperti halnya liga besar Eropa. Meningkat pesat pada kemunculan awalnya, Liga Thailand akhirnya diyakini memasuki era sepakbola profesional sejati.

Thailand belajar dari Jepang. Peluncuran Liga Jepang (J-League) pada 1993 mencuri perhatian dunia. Perusahaan-perusahaan besar bekerjasama dengan pemerintah setempat dalam pengembangan klub sepakbola dan pada puncaknya, tahun 2008, otoritas liga melaporkan pendapatan bisnis tahunan J-League sebesar 160,4 juta dolar AS, alias Rp 1,5 trilliun.

Di Thailand, pedoman AFC menyarankan bahwa sepakbola dijauhkan dari pengaruh politik. Keterlibatan politik mempengaruhi sebuah tim. Bisnis dan politik memang sulit terpisahkan di Thailand. Takeover klub Provincial Electrical Authority (PEA) FC oleh politisi asal Buriram, Newin Chidchob, menjadi sebuah catatan penting perkembangan TPL pada 2010. PEA merupakan perusahaan negara di bawah Kementerian Dalam Negeri. Pertanyaan, apakah Newin telah menggunakan pengaruh politiknya dalam proses takeover tersebut merupakan suatu hal yang akhirnya dipahami.

Di Thailand, politisi dalam sepakbola bekerja dua arah dan saling menguntungkan. Selain Buriram PEA, beberapa klub lain sedang berkembang mengikuti garis panduan platform bisnis sepakbola, meski secara aktif dekat dengan para politisi atau keluarga mereka.

Klub Chiang Rai United dipimpin oleh Mr Mati Tiyapairatch (anak dari Yongyut Tiyapairatch, mantan Ketua DPR yang mengundurkan diri pada 2008 atas kecurangan pemilu), dan Sisaket FC oleh keluarga Kiatsuranont (Somsak Kiatsuranont adalah mantan Wakil Ketua DPR).

Namun, dengan semua fakta yang ada, keterlibatan politisi justru memberikan manfaat dan telah memberikan sebuah aliansi yang menguntungkan yang menarik investor lebih jauh dan tidak menunjukkan ekses negatif bagi klub maupun sepakbola Thailand itu sendiri. Arief Firhanusa

Share this article :

Posting Komentar

Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. HARIAN SEMARANG - Sport - All Rights Reserved
Template Created by Mas Fatoni Published by Tonitok
Proudly powered by Blogger